Laman

Rabu, 07 April 2010

Mendorong Pengembangan Kebudayaan Nasional

Kebudayaan tidak hidup dan berkembang dalam ruang kosong. Budaya adalah hasil kreasi suatu masyarakat yang ditujukan kepada kepentingan kehidupan masyarakat tersebut agar tetap eksis dan berkembang. Kreasi kebudayaan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan itu. Kebudayaan tidak hidup dan berkembang dalam ruang kosong. Budaya adalah hasil kreasi suatu masyarakat yang ditujukan kepada kepentingan kehidupan masyarakat tersebut agar tetap eksis dan berkembang. Kreasi kebudayaan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan itu. Bangsa Indonesia sebagai negara kebangsaan perlu terus menerus dihayati dan dikembangkan. Apalagi di dalam menghadapi dunia yang semakin terbuka. Kesadaran kita sebagai suatu bangsa merupakan salah satu syarat keberadaan kita. Oleh karena itu, nilai wawasan kebangsaan tidak dapat kita terima sebagai taken for granted, tetapi sebagai suatu wawasan yang terus menerus harus menjiwai aktivitas kita untuk hidup sebagai bangsa. Karena, keberhasilan pembangunan bangsa yang kurang diimbangi dengan pembangunan karakter bangsa, telah mengakibatkan goncangan dan krisis budaya, yang kemudian berujung pada lemahnya ketahanan budaya. Proses globalisasi telah mendorong berbagai negara mengembangkan ketahanan budaya agar dapat bertahan dari terpaan globalisasi. Karena, kebudayaan menjadi alat perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kesetaraan dalam pergaulan antarbangsa yang sesungguhnya. Setiap negara akan berusaha tampil dengan kelengkapan budayanya sebagai jati diri yang membedakan dengan negara lainnya.

Kebudayaan dalam Konteks

Diskursus kebudayaan tidak bisa dipisahkan dari konteksnya. Karena, dalam konteks perkembangan kebudayaan mempengaruhi realisasi kemerdekaan dan kreativitas manusia secara budaya. Kebudayaan adalah respon manusia dengan kemerdekaannnya terhadap pembatasan ruang dan waktu. Dalam konteks ruang, kebudayaan dikatakan sebagai suatu struktur. Yang jika dilihat secara pesimis, suatu struktur akan membatasi ruang gerak dimana kemerdekaan dan daya cipta diwujudkan. Ada batas-batas secara politik, ekonomi, atau sosial untuk mewujudkan daya cipta tersebut. Sebaliknya, jika dilihat secara optimis, suatu struktur bisa menjadi suatu kerangka (secara sosial, ekonomi, dan politis), dimana kemerdekaan manusia diwujudkan secara khas berdasarkan kondisi dalam struktur tersebut. Tanpa kerangka struktural, kemerdekaan dan daya cipta tidak mempunyai landasan untuk direalisasikan. Kalau struktur merupakan dimensi kebudayaan dalam konteks ruang, maka dalam konteks waktu kebudayaan disebut dengan sejarah atau historis. Meninjau kebudayaan secara historis, berarti meninjau kebudayaan sebagai sesuatu yang terbentuk dan tercipta dalam waktu, dan melihat syarat-syarat objektif yang membuatnya mendapat bentuknya seperti bentuk aslinya atau bentuknya yang lain. Karena itulah, kebudayaan selalu terikat pada kekuatan sejarah. Namun demikian, sejarah dibentuk pula oleh kebudayaan. Tidak ada sejarah tanpa kebudayaan. Karena itu, sikap historis adalah sikap yang penting. Tetapi, historisisme bukanlah sesuatu yang mutlak. Karena, kemajuan didalam sejarah tidak jarang justru disebabkan oleh keberanian untuk berpikir ahistoris dan antihistoris, dengan menciptakan perspektif-perspektif baru yang lebih jauh dari kondisi-kondisi yang konkrit saat ini. Sejarah membentuk kebudayaan kita, tetapi kebudayaan kembali menciptakan sejarah. Manusia tidak bisa membebaskan diri dari sejarahnya. Tetapi, sejarah pun tidak dapat membebaskan diri dari manusia yang menggerakannya. Sikap historis menekankan sikap manusia dalam sejarah. Sementara, sikap kritis menekankan sejarah sebagai sejarah manusia. Manusia tidak boleh terjebak pada kebudayaan yang bersifat statis dan dogmatis. Karena, kebudayaan merupakan respon manusia dengan kemerdekaannya terhadap pembatasan ruang dan waktu. Hanya dengan mempunyai kebudayaan yang dinamis, kita tidak terjatuh baik ke dalam determinisme strukturalis maupun determinisme historis. Dengan kata lain, melalui kemerdekaanya terhadap kebudayaan, manusia harus sanggup mempertahankan diri agar tidak terjatuh ke dalam determinisme kebudayaan. Sebab, dalam pandangan kebudayaan yang deterministis, kebudayaan dipandang hanya sebagai norma dan nilai yang tidak boleh diganggu gugat, dan bukannya juga produk bersama yang telah kita hasilkan dan kita ciptakan, dan karena itu selalu dapat berubah serta diubah bilamana tidak sesuai lagi dengan keperluan pada saat ini. Dalam kedudukannya sebagai kata benda, kebudayaan harus kita hadapi dan kita terima. Tetapi, dalam kedudukannya sebagai kata kerja, kebudayaan harus digarap dan diolah kembali. Karena itu, agar suatu kebudayaan bisa terus dan tetap dihayati secara kreatif diperlukan refleksi dari partisipannya bahwa kebudayaan tersebut adalah ciptaan manusia sendiri. Yang diciptakan dengan tujuan dan karena keperluan tertentu. Konteks dalam kebudayaan adalah ruang dan waktu yang spesifik yang dihadapi seseorang atau sekelompok orang. Setiap kreasi budaya selalu hadir dalam konteks tertentu. Karena itu pemahaman terhadapnya pun memerlukan suatu tinjauan yang bersifat kontekstual. Namun demikian, konteks bukanlah suatu pengertian yang statis. Setiap konteks selalu dapat di-dekontekstualisasi-kan dan juga di-rekontekstualisasi-kan kembali oleh setiap kelompok pada masanya. Karena konteks itu selalu bergerak bersifat dinamis, dan selalu diciptakan dan diperbaharui kembali. Riwayat hidup sebuah kreasi budaya memiliki arti sangat penting untuk menerangkan proses produksinya. Tetapi, tidak selalu dapat menerangkan kekuatan pengaruhnya dalam kehidupan budaya yang lebih luas. Konteks dalam kebudayaan menjadi penting, kalau dia dihayati secara tekstual, dimana setiap kebudayaan dapat menjadi teks yang terbuka untuk bisa dibaca kembali dan ditafsirkan oleh siapa saja.

Globalisai dan Identitas Budaya Nasional

Proses globalisai nampaknya tidak dapat diabaikan oleh setiap masyarakat dan bangsa di dunia ini. Tidak ada satu pun manusia, masyarakat, dan bangsa yang luput dari pengaruh globalisasi. Enrique Subercaceaux, Direktur Pasific Economic Cooperation, menyatakan bahwa bangsa-bangsa di Asia Pasifik perlu mempunyai outward dan forward looking. Pembangunan nasional sebuah bangsa tidak hanya melihat kepada kebutuhan internal masyarakat dan bangsa itu sendiri, tetapi juga pembangunan harus melihat keluar dan ke depan serta perlu dijalin dengan bangsa yang lain. Karena masyarakat dan bangsa kita adalah bagian dari suatu masyarakat dunia yang semakin maju dan menyatu. Globalisasi telah merupakan kenyataan hidup bahkan suatu kesadaran baru bagi setiap manusia di bumi ini. Sebagai pakar telah melihat betapa besar impact yang disebabkan oleh perubahan global ini sebagai suatu global revolution. Globalisasi telah menimbulkan gaya hidup baru yang tampak dengan jelas di kota-kota besar dan semakin merebak merasuki kehidupan-kehidupan yang dulunya terisolasi.

Kekuatan globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu kepada 4 kekuatan global, yaitu :

(1) Kemajuan IPTEK terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.

(2) Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan IPTEK.

(3) Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan berusaha dari bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.

(4) Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusai serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi. Kekuatan global tersebut di atas mengakibatkan suatu revolusi di dalam kehidupan manusia yang terkotak-kotak, baik di dalam ikatan bangsa negara, maupun di dalam ikatan budaya. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, terciptanya information market place telah memungkinkan manusia untuk berhubungan satu dengan yang lain, belajar satu dengan yang lain dengan lebih cepat, dan tersedianya informasi secara cepat dan akurat. Gelombang globalisasi selain merupakan tantangan juga peluang. Dengan kata lain, proses gelombang globalisasi mempunyai dampak-dampak positif dan negatif. Berbagai pola kehidupan akan muncul yang sifatnya dapat merugikan pribadi, masyarakat dan kehidupan suatu bangsa. Ancaman-ancaman tersebut antara lain:

1. Ancaman terhadap budaya bangsa.

Gelombang globalisasi melahirkan budaya global. Didukung oleh information super highway atau information market place maka unsur-unsur budaya global akan memasukli dunia lokal dengan sangat cepat dan intensif. Proses globalisasi budaya akan merupakan ancaman terhadap budaya suatu bangsa. Apabila budaya suatu bangsa yang terisolir akan tumbuh dan berkembang secara mantap dan statis, maka dalam dunia terbuka keadaan yang demikian mulai terusik. Orang akan berpaling terhadap apa yang terjadi di sebelah bumi sana, apa yang dirasakan oleh orang lain di seberang lautan sana, dan kini orang akan mulai bertanya-tanya makna hidup kebudayaannya sendiri. Mungkin dia hanya sekedar ingin tahu, mungkin ingin melepaskan diri dari ikatan budaya lokal dan ingin mencoba-coba sesuatu yang baru. Semua hal tersebut akan dapat menggoyahkan sendi-sendi budaya suatu bangsa. Apakah proses tersebut suatu yang negatif? Kita lihat misalnya bagaimana kebudayaan Bali yang mulai terusik dengan budaya yang dibawa oleh turisme internasional. Dapatkah budaya Bali bertahan terhadap rangsekan budaya global tersebut?

2. Lunturnya Identitas Bangsa.

Pengaruh budaya global terhadap budaya lokal berarti pula suatu serangan terhadap identitas suatu bangsa. Inti dari kehidupan berbangsa adalah budaya. Apabila budaya bangsa diusik, maka terusiklah pula identitas bangsa itu. Gelombang globalisasi dapat melunturkan rasa kebangsaan atau identitas bangsa. Oleh sebab itu diperlukan usaha-usaha agar supaya budaya dan identitas bangsa akan tetap hidup dan berkembang di dalam budaya global. Titik tolak dari kedua hasil usaha ini tidak lain daripada SDM yang dikembangkan berdasarkan budaya bangsa itu sendiri. Tidak ada orang lain yang akan mempertahankan kebudayaannya sendiri selain dari pendukung kebudayaannnya itu sendiri, yaitu manusia dan bangsa yang memilikinya.

3. Kesadaran terhadap Wawasan Nusantara.

Erat kaitannya dengan budaya serta identitas bangsa ialah kesadaran terhadap Wawasan Nusantara. Suatu masyarakat dan bangsa akan kehilangan wawasannya sebagai suatu bangsa yang memiliki suatu wilayah kehidupan, apabila bangsa itu kehilangan identitasnya. Budaya global, perdagangan bebas, dunia yang terbuka, semuanya bisa mengendorkan wawasan kita sebagai suatu bangsa Indonesia yang hidup dan berkembang di dalam wilayah nusantara. Apabila hal ini tidak dicermati dan dikembangkan pada setiap sumber daya manusia Indonesia maka bukan tidak mungkin akan menimbulkan hapusnya kesadaran terhadap wawasan nusantara. Kendornya penghayatan terhadap wawasan nusantara berarti akan lenyapnya suatu bangsa di atas permukaan bumi ini. Dalam menghadapi ancaman-ancaman globalisasi tersebut, pertanyaan mendasar yang perlu merupakan salah satu sumbangan yang positif di dalam terbentuknya masyarakat madani yang berperadaban.

Identitas kebudayaan nasional dalam dimensi wawasan nusantara memuat 3 kepentingan nasional yang paling mendasar, yaitu:

(1) Persatuan dan kesatuan nasional,

(2) Identitas atau jatidiri bangsa,

(3) Kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Identitas kebudayaan dalam bingkai Wawasan Nusantara bisa diartikan juga sebagai cara pandang bngsa Indonesia terhadap dirinya yang serba nusantara dari dalam lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperlihatkan kondisi geografis, latar belakang sejarah dan kondisi sosial budanyanya dalam rangka untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Disamping itu, untuk mempertahankan identitas nasional dari ancanman globalisasi, maka dibutuhkan juga adanya pendekatan sistem ketahanan nasional. Identitas kebudayaan dalam perspektif ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik yang meliputi segala aspek kehidupan yang terintegrasi dari bangsa dan negara Indonesia. Aspek-aspek yang dikedepankan dalam ketahanan nasional ini meliputi:

(1) Kemampuan dan kekuatan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival, identitas dan integritas bangsa dan negara),

(2) kemampuan dan kekuatan untuk mengembangkan kehidupan bernegara dan berbangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dengan pendekatan tersebut kita berharap akan semakin mengokohkan kondisi identitas kebudayaan nasional dengan lahirnya manusia Indonesia yang berbudaya dan berperadaban). Karena, hanya manusia Indonesia yang berbudaya yang mempunya kemampuan dan kekuatan untuk survive dan sekaligus berkembang, yang berarti dapat hidup bersaing dan bersanding bangsa-bangsa lain. Untuk itulah kita memandang pentingnya mendorong political will dalam pengembangan pusat kebudayaan nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar